Mengenai Saya

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Jumat, 19 November 2010

Melanjutkan hidup dan mengakhirinya kadang sama beratnya !


Disaat kita dipurukkan oleh kehidupan dengan berbagai macam problematika kehidupan yang ‘seolah-olah’ tanpa solusi dan tak berujung, melanjutkan hidup terasa amat berat. Semangat yang tadinya menggebu-gebu hilang tak tahu kemana rimbanya, optimisme yang tadinya menjadi kekuatan pun pergi tanpa pamit, keceriaan yang selalu menghiasi hari-hari kita pun enggan menghampiri diri yang sedang lemah ini. Pada kondisi seperti ini tak jarang manusia berpikir [mudah-mudahan kita tidak] untuk mengakhiri segalanya dengan mengakhiri hidupnya. Tapi apakah semudah itu? Coba simak cerita berikut ini ;

Rodi, begitu biasa kawan saya ini biasa dipanggil. Pendidikannya biasa-biasa saja tapi ia termasuk pintar dan beruntung. Karirnya ia peroleh dengan mudah dan terakhir posisinya adalah sebagai manager marketing sebuah perusahaan makanan ringan. Karena jam terbang, pengalaman dan jaringan sudah cukup banyak, ia bertekad membuka usaha sendiri dan berkeinginan menjadi bos. Setelah berjalan beberapa lama, ternyata nasib baik masih belum berpihak kepadanya. Usahanya mengalami kebangkrutan karena ditipu oleh anak buah.

Setelah menganggur untuk beberapa lama, pengalaman dan lingkup pergaulannya yang cukup luas membuatnya tidak terlalu sulit untuk menemukan pekerjaan baru. Bekerja selama kurang lebih tiga tahun cukup buatnya untuk kembali memulai bisnis sendiri. Belajar dari pengalaman masa lalu ia mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih baik. Harapannya adalah agar niat dan usahanya kali ini membuahkan hasil. Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, lagi-lagi usahanya mengalami kebangkrutan. Bahkan kali ini lebih parah karena disamping usahanya yang bangkrut rumah tangganya pun porak-poranda. Karakternya yang temperamental menyebabkannya bertengkar setiap hari dengan istrinya. Sampai suatu waktu sang istri dan kedua anaknya pergi meninggalkannya.

Dikesendiriaannya itulah ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Ia merasa orang yang paling sial sedunia dan tidak ada gunanya lagi hidup. Mungkin kalau saya mati segala urusan selesai, istri dan anak-anak saya bisa hidup lebih bahagia dengan orang lain yang lebih mampu dari saya. Dengan modal uang Rp,20.000 hasil pinjam dari tetangga dibelinya teh celup, rokok dan sekaleng baygon. Rupanya sebelum kematiannya ia ingin menikmati secangkir teh dan beberapa batang rokok. Dibukanya lah kaleng baygon tadi dan ditenggak seluruh isinya. Untuk beberapa lama ia merasakan dunia berputar-putar dan sekejap kemudian terdengar suara ngiiiiiing dari telinganya dan beberapa saat kemudian.....tek. Dia berpikir malaikat maut sudah menjemputnya. Ternyata takdirnya belum sampai seperti kata pepatah Bugis; De’k nalabu essoe’ ri tenngana bitarae’ (Tak akan tenggelam matahari di tengah langit) .Manusia tidak akan mati sebelum takdirnya sampai. Oleh karena itu, keraguan harus disingkirkan dalam menghadapi segala tantangan hidup. Beberapa jam kemudian ia terbangun dengan keadaan pusing yang luar biasa dan pandangannya berkunang-kunang serta muntah-muntah selama tiga hari.

Ternyata melanjutkan hidup sama sulitnya dengan mengakhiri hidup. Kalau waktunya sudah tiba apa yang kita anggap paling sulit bisa menjadi paling mudah dan sangat gampang. Kadang kala tanpa berbuat apa-apa pun kita sudah mendapatkan hasil. Didalam situasi-situasi sulit kita hanya perlu bersabar dan berserah. Selagi hayat masih dikandung badan selalu ada kesempatan untuk jadi lebih baik, seperti kata peribahasa Batak " Agia pe lapalapa asal di toru ni sobuon, agia pe malapalap asal ma di hangoluhon, ai sai na boi do jolma partalaga muba gabe parjuluon" Biar miskin dan menderita tidak mengapa, asalkan bisa hidup terus, karena selama masih hidup selalu ada harapan mendapat perbaikan nasib.

Terima kasih, domoo arigatoo, matur suwun, kamsia, saohagolo, nuhun pisan, matur suksma, tarimo kasi, mauliate and thank you for reading this article!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar